Rabu, 03 April 2013

Kesehatan & Teori Kepribadian


  1. Konsep Sehat beserta Dimensi
a.   Emosi
1.      Pengertian Emosi
     Emosi (emotions) seperti sedih, gembira, dan rasa takut adalah reaksi subjektif terhadap pengalaman yang diasosiasikan dengan perubahan fisiologis dan tingkah laku (Sroufe, 1997). Rasa takut misalanya, diiringi dengan detak jantung lebih cepat dan sering kali tindakan melindungi diri. Tiap orang berbeda dalam cara mereka merasakan suatu emosi khusus, tentang kejadian – kejadian khusus yang menyebabkannya, manifestasi fisik yang mereka tampilkan (seperti perubahan detak jantung).
Perkembangan emosional merupakan proses yang terjadi secara bertahap; emosi yang rumit merupakan hasil dari yang sederhana. Karakteristik pola reaksi emosional seseorang mulai berkembang pada masa bayi dan meruoakan elemen dasar kepribadian. Emosi berkaitan erat dengan berbagai aspek perkembangan. Sebagai contoh bayi yang baru lahir yang terlalaikan secara emosional seperti tidak dipeluk, dibelai, atau diajak berbicara mungkin menunjukkan kegagalan organik untuk berkembang, yaitu kegagalan untuk tumbuh dan bertambah berat badan walaupun mendapat gizi yang cukup.


Berusaha untuk sampai pada suatu definisi yang komprehensif tentang emosi (Kleinginna & Kleinginna dalam Morgan dkk, 1986) menyatakan bahwa emosi seharusnya :
o   Mengatakan sesuatu tentang apa yang kita rasakan ketika kita sedang emosional
o   Menyebut secara psikologis atau secara badaniah, dasar dari perasaan emosional
o   Berpengaruh emsoi dalam persepsi, pikiran, dan perilaku
o   Menjelaskan dorongan, atau motivasional, perlengkapan dari emosi – emosi tertentu seperti takut dan marah
o   Menunjuk ke cara bagaimana emosi diekspresikan dalam bahasa, ekspresi wajah, dan gesture (bahasa tubuh)

2.      Ekspresi dan persepsi tentang emosi
                 Emosi seseorang mempunyai dampak yang besar pada orang lain ketika seseorang mengekspresikannya dalam cara yang dapat diterima oleh orang lain. Ketika kita menerima respon – respon emosional dari orang lain, kita merespon dalam cara yang benar, mungkin dengan ekspresi emosi kita sendiri.
            Kita menerima emosi orang lain dari banyak sumber. Suara adalah salah satu penghubung ekspresi emosi. Jeritan menunjukkan ketakutan atau kegairahan, rintihan menunjukkan sakit atau ketidak bahagiaan, isakan menunjukkan kepedihan, dan gelak tawa menunjukkan kegembiraan atau kenikmatan. Suara yang gemetar atau patah – patah mungkin berarti kepedihan yang dalam, suara yang keras, nadanya tinggi, dan tajam biasanya berarti kemarahan. Tentu saja, apa yang secara nyata dikatakan juga suatu isyarat yang penting mengenai emosi yang sedang dirasakan oleh orang lain.
             Disamping apa yang dikatakan dan cara orang mengatakannya adalah faktor utama dalam persepsi tentang emosi, gerakan tubuh juga digunakan sebagai cue (tanda) dalam menginterprestasi emosi orang lain. Hal penting diantara isyarat – isyarat tubuh nonverbal adalah ekspresi muka.
            Ekspresi wajah yang disebut emosi – emosi primer adalah bawaan sejak lahir. Ini diketahui dari eksperimen mengenai ekspresi berbagai wajah dari foto aktor – aktor dalam berbagai emosi. Bukan hanya ekspresi wajah, tetapi konteks situasi dimana suatu emosi terjadi, memberi kita informasi untuk menilai emosi yang sedang diekspresikan.

3.      Fisiologi dari emosi
                 Bila kita sedang bergairah, senang, atau marah, kita mengalami beberapa hal yang terjadi dalam tubuh kita, tetapi kita biasanya tidak sadar bahwa semua itu sedang terjadi. Para ahli psikofisiologi yang mempelajari kejadian – kejadian seperti ini dapat mengukur detak jantung, tekanan darah, aliran darah ke berbagai bagian dalam tubuh, kegiatan dari perut dan enzim gastrointestinal, tingkat berbagai substansi, seperti hormon dalam darah, tingkat dan kedalaman dari pernafasan, dan kondisi – kondisi secara fisik lainnya ketika dalam keadaan emosi. Berikut ini akan dibahas Sistem Syaraf Otomatis, Pola dari Respon Tubuh Ketika Emosi, Otak, dan Emosi, serta Arousal (Pembangkit).
·         Sistem Syaraf Otomatis
Para ahli psikofisiologi, bahwa banyak perubahan tubuh yang terjadi pada waktu tubuh dalam keadaan emosi dihasilkan oleh aktivitas dari bagian dari sistem syaraf yang disebut sistem otonomik. Sistem ini adalah bagian dari sistem syaraf tepi, tetapi kegiatan ini ada dibawah kendali sistemsyaraf pusat. Sistem otonomi terdiri dari banyak syaraf yang berasal dari otak dan tulang belakang ke otot – otot halus dari berbagai organ tubuh ke hati, ke kelenjar – kelenjar tertantu, dan ke pembuluh darah yang melayani baik tubuh bagian dalam dan bagian luar. Sistem syaraf otonomi mempunyai dua bagian, salah satunya adalah sistem simpatetik, yang aktif selama keadaan terbangun dan menyiapkan tubuh untuk tindakan yang ekstensif dengan meningkatkan denyut jantung, menaikkan tekanan darah, menaikkan tingkatan gula darah dan menaikkan tingkat hormon – hormon tertentu dalam darah.
·         Pola dari Respon Tubuh Ketika Emosi
Aktivitas terjadi dalam sistem hormonal tubuh dan terjadi baik dalam sistem syaraf tepi yang otomatis maupun bagian yang somatik selama situasi emosional. Sistem syaraf somatik adalah bagian dari sistem syaraf tepi yang mengaktifkan otot bergaris/berbelang dari tubuh. Perubahan tubuh yang mengikuti emosi, yaitu emosi takut dan marah. Perubahan tubuh yang mengikuti emosi ini sebagian besar karena meningkatnya situasi yang menakutkan, karena itu pola dari aktivitas dalam emosi ini dikenal sebagai reaksi darurat (emergency), atau flight – flight (repon lari atau lari). Kebalikan dengan reaksi darurat ketika ketakutan dan marah adalah reaksi tubuh ketika dalam keadaan tenang, yaitu suatu keadaan emosional yang meditatif. Reaksi ini mengulas apa yang disebut dengan respon relaksasi. Pola dari respon tubuh selama relaksasi termasuk menurunnya aktivitas pada sistem syaraf simpatetik dan somatik, bersamaan dengan naiknya kegiatan sistem syaraf parasimpatetik.
·         Otak dan Emosi
Otak dilibatkan dalam persepsi dan evaluasi yang meningkatkan emosi. Jika suatu situasi dihasilkan dalam suatu keadaan emosi, otak mengontrol pola somatik dan otonomi sebagai ciri aktivitas emosi; dengan kata lain, otak mengontrol ekspresi fisiologis dari emosi. Struktur dalam inti otak secara langsung melibatkan pengaturan dan pengkoordinasian pola – pola aktivitas ciri dari emosi yang lebih kuat, khususnya takut, marah, dan kesenangan. Bagian dari otak termasuk hipothalamus dan suatu kelompok yang kompleks yang dikenal dengan nama sistem limbik. Istilah limbik berasal dari bahasa latin yang artinya “batas”. Struktur dari sistem ini berbentuk cincin atau lingkaran diseputar batang otak dari otak bawah.
     Keadaan keterbangkitan bagian dari emosi dilakukan untuk meningkatkan kegiatan dari sel – sel otak dalam cerebral korteks, sistem limbik, dan hipothalamus. Aktifitas sel – sel di daerah otak ini secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh serabut – serabut syaraf yang menyebar dari daerah inti otak – formasi retikuler – mencapai semua daerah otak yang terlibat dalam pengaturan emosi.
·         Arousal (Pembangkit)
Banyak emosi mempunyai komponen pembangkit. Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Tingkat yang tinggi dalam keterbangkitan adalah dalam kemarahan, ketakutan, dan kenikmatansedangkan tingkat keterbangkitan yang rendah adalah kesedihan dan depresi.

b.   Intelektual
          Perkembangan intelektual dikenal juga dengan istilah perkembangan kognitif, sedangkan intelektual itu sendiri menurut Jean Piaget berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu intellect, yang berarti akal budi yang berdasarkan aspek – aspek kognitifnya, khususnya proses berfikir yang lebih tinggi (Bybee dan Sund, 1982). Sedangkan intelligence atau intelegensi menurut Jean Piaget diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berfikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berfikir, mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan – persoalan.
c.   Sosial
                  Dalam kehidupan nyata yang kita alami sehari – hari, kita tidak dapat memungkiri adanya saling hubungan atau interaksi sosial, baik antar individu, antar kelompok, dan bahkan antar bangsa. Interaksi sosial menurut Mar’at (1982) adalah suatu proses dimana individu memperhatikan dan merespons individu lainnya, sehingga mendapatkan balasan suatu tingkah laku tertentu.
                   Kelley dkk. (dalam Sears dkk, 1992) mendefinisikan “hubungan” sebagai sesuatu yang terjadi apabila dua orang saling mempengaruhi satu sama lain, dan bila terjadi yang satu mempengaruhi yang lain.
                   Levinger dan Snoek (dalam Sears dkk, 1992) mencoba menerangkan hubungan tersebut melalui suatu model yang disebut model interdependensi.
d.   Fisik
         Pertumbuhan fisik sangat mempengaruhi perkembangan psikis, misalnya bertambahnya fungsi otak memungkinkan kita dapat tertawa, berjalan, berbicara. Pengertian perkembangan fisik yaitu perubahan terhadap diri seorang manusia dengan kata lain, perkembangan menujukkan pasa suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali, perkembangan menunjukkan pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
          Kartono mendefinisikan perkembangan sebagai “perubahan psikofisis sebagai hasil dari proses kematangan fungsi – fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu menuju kedewasaan.
            J.P Chaplin dalam kamusnya menyatakan “prinsipnya adalah tahapan – tahapan pertumbuhan yang progresif dan ini terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya tanpa membedakan aspek – aspek yang terdapat dalam organisme tersebut”.
            Syamsu Yusuf dalam bukunya mendefinisikan perkembangan sebagai perubahan yang progress dan continue dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati, yang mana aspek – aspek dari perkembangan meliputi : fisik, intelegensi, emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral dan kesadaran beragama.
e.   Spiritual
         Kebutuhan spritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya, dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
         Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :
·         Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidak pastian dalam kehidupan.
·         Menemukan arti dan tujuan hidup.
·         Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendir.
·         Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dengan Yang Maha Tinggi.



  1. Teori Perkembangan Kepribadian
a.   Erik Erikson
            Erik Erikson lahir di Franfrurt Jerman, pada tanggal 15 Juni 1902 adalah ahli  analisa jiwa dari Amerika, yang membuat kontribusi – kontribusi utama dalam pekerjaannya di bidang psikologi pada pengembangan anak dan pada krisis identitas. Ayahnya (Danish) telah meninggal dunia sebelum ia lahir. Hingga akhirnya saat remaja, ibunya (yang seorang Yahudi) menikah lagi dengan psikiater yang bernama Dr. Theodor Homberger.
             Erikson kecil bukanlah sisaa pandai, karena ia adalah seorang yang tidak menyenangii atmosfer sekolah yang formal. Ia oleh orang tua dan teman – temannya dikenal sebagai seorang pengembara hingga ia pun tidak sempat menyelesaikan program diploma. Tetapi perjalanan Erikson ke beberapa negara dan perjumpaannya denga beberapa penggiat ilmu menjadikannya seorang ilmuwan sekaligus seniman yang diperhitungkan. Pertama ia berjumpa dengan ahli analisa jiwa dari Austria yaitu Anna Freud. Dengan dorongannya, ia mulai mempelajari ilmu tersebut di Vienna Psychoanalytic Institute. Kemudian ia mengkhususkan diri dalam psikoanalisa anak. Terakhir pada tahun 1960 ia dianugerahi gelar profesor dari Universitas Harvard.
·         Tahapan Perkembangan
a.     Trust vs Mistrust (Rasa Percaya vs Tidak Percaya)
Terjadi pada usia 0 – 1 tahun. Rasa percaya dan tidak percaya adalah pengalaman yang tak terelakkan bagi bayi, oleh karena itu bayi sangat bergantung dan perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak. Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
b.     Autonomy vs shame and doubt (Otonomi vs malu dan ragu – ragu)
Terjadi pada usia 1 – 3 tahun. Masa kanak – kanak adalah masa untuk pengungkapan diri dan otonomi, maka masa ini juga merupakan masa untuk rasa malu dan ragu. Sebagaiman anak – anak dengan keras kepala mengungkapkan gaya otot – uretral – anal mereka, mereka cenderung menemui kultur yang berusaha untuk menghambat pengungkapan diri mereka. Konflik antar otonomi dengan rasa malu dan ragu ini menjadi krisis psikososial utama dimaa kanak – kanak awal.
Idealnya, anak – anak seharusmya mengembangkan rasio yang pantas antara otonomi dengan rasa malu dan ragu, dan rasio tersebut harus sedikit condong pada otonomi yang merupakan kualitas sintonik pada masa kanak – kanak awal. Otomoni timbuh dari rasa percaya dasar, dan bila rasa percaya dasar telah dicapai pada masa bayi, maka anak – anak belajar untuk memiliki keyakinan terhadap diri mereka sendiri, dan dunia tetap utuh selama mereka mengalami krisis psikososial yang ringan.
Sebaliknya, bila anak – anak tidak mengembangkan rasa percaya dasar selama masa bayi, maka usaha mereka untuk mengendalikan organ anal, uretral, dan ototnya selama masa kanak – kank awal akan diakhiri dengan rasa maludan ragu yang kemudian membangun krisis psikososial yang serius. Rasa Malu adalah perasaan sadar diri bahwa ia dipandangi dan dipertontonkan. Rasa ragu adalah perasaan tidak pasti, perasaan bahwa sesuatu tetap disembunyikan dan tidak bisa terlihat. Rasa malu dan ragu adalah kualitas disyonik dan keduanyatumbuh dari rasa tidak percaya dasar yang dicapai ketika masa bayi.
c.     Inititive vs Guilt (Inisiatif vs rasa bersalah)
Terjadi pada usia 3 – 5 tahun. Anak mulai bergerak dengan lebih mudah dan lebih kuat dan ketertarikan genital mereka bangkit, mereka mengadopsi gaya instrusif berhadap – hadapan untuk melakukan pendekatan terhadap dunia. Mereka mulai mengadopsi inisiatif dalam memilih dan mengejar tujuan mereka. Konflik anatara inisiatif dan rasa bersalah menjadi krisis psikososial utama diusia bermain.
Rasio antara keduannnya harus lebih condong ke kualitas sintonik – inisiatif, tetapi inisiatif tak terkendali dapat mengakibatkan kekacauan dan kurangnya prinsip moral. Rasa bersalah adalah elemen dominan, anak bisa menjadi bermoral dengan terpaksa atau terlalu terkekang. Kekangan yang merupakan antipati dari tujuan, merupakan patologi inti diusia bermain.
d.     Industry vs inferiority (Tekun vs Rasa rendah diri)
Terjadi pada usia 6 – 11 tahun. Usia sekolah adalah periode perkembangan seksual yang kecil, namun waktu pertumbuhan sosial yang luar biasa. Krisis psikososial pada tahapan ini adalah industri (tekun)vs rasa rendah diri. Industri, kualitas sintonik yang berarti kesungguhan, kemauan untuk tetap sibuk akan sesuatu, dan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Jika pekerjaan mereka tidak cukup baik untuk mencapai sasaran, maka mereka memperoleh rasa rendah diri – kualitas distonik dalam usia sekolah. Ketidak mampuan sebelumnya. Ketidak mampuan sebelumnya juga dapat memberikan kontribusi pada rasa rendah diri anak.
Rasio antara industri dan rasa rendah diri harus condong pada industri namun rasa rendah diri seperti kualitas distonik lainnya tidak perku dihindari. Rasa rendah diri dapat bekerja sebagai pendorong seseorang untuk melakukan yang terbaik. Sebaliknya rasa rendah diri yang berlebihan dapat menghalangi aktivitas produktif dan menghambat rasa kompetensi seseorang.
e.     Identity vs Identify confusion (Identitas vs Kebingungan identitas)
Terjadi pada usia 12 – 16 tahun. Pencarian akan ego identitas mencapai puncaknya selama remaja sebagai anak muda yang berjuang untuk mencari tahu siapa dirinya dan bukan dirinya. Dengan berkembangnya pubertas, remeja mencari peran baru untuk membantu mereka menemukan identitas seksual, ideologis, dan pekerjaan mereka.
Sebuah krisis tidak harus menandakan ancaman atau malapetaka, melainkan “titik balik, periode krusial akan meningkatnya kerapuhan dan memuncaknya potensi”. Krisis identitas dapat bertahan selama bertahun – tahun dan dapat mengakibatkan kekuatan ego yang lebih kuat atau lebih lemah.
Menurut erikson (1982) identitas timbul dari dua sumber: 1. Penegasan atau penyangkalan remaja akan identifikasi masa kanak – kanak dan 2. Konteks sosial serta sejarah mereka, yang mendukung konformitas pada standar tertentu. Identitas digambarkan baik dengan cara positif maupun negatif, sebagaimana remaja memutuskan apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka yakini, sementara juga menemukan apa yang mereka tidak inginkan untuk menjadi dan apa yang mereka tidak percayai. Sering kali mereka harus menyangkal nilai – nilai orang tua mereka dan menolak nilai – nilai teman kelompok, dilema yang dapat menguatkan kebingungan identitas mereka.  
Kebingungan identitas adalah gejala dari masalah yang mencakup gambaran diri yang terpisah, ketidak mampuan untuk mencapai keintiman, rasa terdesak oleh waktu, kurangnya konsentrasi pada tugas – tugas yang harus dilakukan, dan penolakan keluarga atau standar komunitas.
f.        Intimacy vs isolation (keintiman vs keterasingan)     
Terjadi pada usia 21 – 40 tahun. Erikson percaya tahap ini penting yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. Mereka yang berhasil ditahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman. Erikson percaya bahwa identitad personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menujukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitmen dalam menjali suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.
g.     Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnasi)
Terjadi pada usia  41 – 65  tahun. Selama masa ini mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga. Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas. Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
h.     Integrity vs depair (Integritas vs keputusasaan)
Terjadi pada usia 65 keatas. Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan. Individu akan meras kepahitan hidup dan putus asa. Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.

b.   Sigmund Freud
      Sigmund Freud dilahirkan 6 Mei 1856 dari sebuah keluarga Yahudi di Freiberg, Moravia. Pada saat freud berusia 4 tahun, keluarganya mengalami kemunduran ekonomi, dan ayahnya freud membawa freud sekeluarga ke kota Wina. Setelah menamatkan sekolah menengahnya di kota Wina, Freud masuk fakultas kedokteran Universitas Wina dan lulus sebagai dokter pada tahun 1881. Dari catatan pribadinya diketahui bahwa freud sesungguhnya tidak tertarik untuk menjalani praktek sebagai dokter, dan lebih tertarik kepada kegiatan penelitian ilmiah. Tetapi karena desakan ekonomi keluarga, dibina bersama Martha Bernays, istrinya yang dinikahi Freud pada tahun 1886, Freud akhirnya menjalani praktek yang tidak disukainya itu. Di sela – sela waktu prakteknya Freud masih menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan penelitian dan menulis. Adapun minat ilmiah utama freud adalah pada neurologi, sebuah minat yang menyebabkan freus menekuni penanganan gangguan – gangguan neurotik khususnya histeria.
Tahapan – Tahapan psikoseksual :
1.    Fase Oral
Pada tahap oral, bayi berinteraksi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks menghisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan menghisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.

2.    Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet (anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya). Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
3.    Fase Falik
Pada tahap falik, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak – anak juga menemukan perbedaan antar pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa laki – laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk mendapat kan kasih sayang ibu. Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
4.    Fase Latent
Pada tahap latent, saat eksplorasi dimana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengajaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
5.    Fase Genital
Pada tahap genital, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap – tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini.  


c.   Gordon Willard Allport
     Gordon Willard Allport lahir pada 11 november 1897, di Montezuma, Idiana, sebagai anak keempat dan anak bungsu laki – laki dari pasangan John E. Allport dan Nellie Wise Allport. Ayah Allport melakukan beberapa bisnis sebelum menjadi dokter, di saat yang hampir bersaan dengan kelahiran Allport. Kekurangan fasilitas kantor dan klinik yang memadai, dr. Allport mengubah rumahnya menjadi suatu miniatur rumah sakit. Didalam rumah terdapat pasien dan suster, serta didominasi oleh atmosfer yang bersih dan steril.
Menurut Allport seseorang memiliki kepribadian yang matang menurut allport memiliki hal – hal dibawah ini. Berikut contoh perilakunya :
1.      Ekstensi sense of self
·           Kemampuan berpartisiasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas. 
Contoh : Terlibat dalam kegiatan masyarakat (sehat, karang taruna, partai polotik, dll )
·           Kemampuan diri dan minat – minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
Contoh : Saya yang punya minat dalam olahraga juga mengenali minta orang lain yang sama atau pun berbeda.
·           Kemampuan merencenakan masa depan (harapan dan rencana)
Contoh : Keinginan jadi dokter, membuat perencanaan studi dan membayangkan apa yang mau dilakukan setelah jadi dokter.


2.      Hubungan hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas intimacy (hubungan kasih dengan keluarga dan teman) dan compassion (pengungkapan hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang)
3.      Penerimaan  diri
 Kemampuan untuk mengatasi reaksi berlebih hal – hal yang menyinggung dorongan khusus (misal : mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan proporsional.
4.      Pandangan – Pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas den minat dalam penyelesaian masalah, memiliki persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku lain yang merusak.
5.      Objektifitas diri : insight dan humor
                      Kemampuan  diri untuk objektif dan memahami   tentang diri dan orang lain. Humor tidak sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6.      Filsafat Hidup
 Ada latar belakang yang mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan dan arti contoh : lewat agama.



                                                      Sumber: 
·         Feist ,Jess & J.Feist . 2012. Teori Kepribadian(bagian1). Jakarta : Salemba Humanika.
·         Feist ,Jess & J.Feist .2012. Teori Kepribadian(bagian2). Jakarta : Salemba Humanika.
·         Basuki ,Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
·         Papalia ,Diane E.; Olds, Sally W.; Feldman, Ruth Duskin. 2009. Human development. Eleventh Edition. Mc Graw Hill Company, Inc London.














                                                                                                                              

Kesehatan & Teori Kepribadian


  1. Konsep Sehat beserta Dimensi
a.   Emosi
1.      Pengertian Emosi
     Emosi (emotions) seperti sedih, gembira, dan rasa takut adalah reaksi subjektif terhadap pengalaman yang diasosiasikan dengan perubahan fisiologis dan tingkah laku (Sroufe, 1997). Rasa takut misalanya, diiringi dengan detak jantung lebih cepat dan sering kali tindakan melindungi diri. Tiap orang berbeda dalam cara mereka merasakan suatu emosi khusus, tentang kejadian – kejadian khusus yang menyebabkannya, manifestasi fisik yang mereka tampilkan (seperti perubahan detak jantung).
Perkembangan emosional merupakan proses yang terjadi secara bertahap; emosi yang rumit merupakan hasil dari yang sederhana. Karakteristik pola reaksi emosional seseorang mulai berkembang pada masa bayi dan meruoakan elemen dasar kepribadian. Emosi berkaitan erat dengan berbagai aspek perkembangan. Sebagai contoh bayi yang baru lahir yang terlalaikan secara emosional seperti tidak dipeluk, dibelai, atau diajak berbicara mungkin menunjukkan kegagalan organik untuk berkembang, yaitu kegagalan untuk tumbuh dan bertambah berat badan walaupun mendapat gizi yang cukup.


Berusaha untuk sampai pada suatu definisi yang komprehensif tentang emosi (Kleinginna & Kleinginna dalam Morgan dkk, 1986) menyatakan bahwa emosi seharusnya :
o   Mengatakan sesuatu tentang apa yang kita rasakan ketika kita sedang emosional
o   Menyebut secara psikologis atau secara badaniah, dasar dari perasaan emosional
o   Berpengaruh emsoi dalam persepsi, pikiran, dan perilaku
o   Menjelaskan dorongan, atau motivasional, perlengkapan dari emosi – emosi tertentu seperti takut dan marah
o   Menunjuk ke cara bagaimana emosi diekspresikan dalam bahasa, ekspresi wajah, dan gesture (bahasa tubuh)

2.      Ekspresi dan persepsi tentang emosi
                 Emosi seseorang mempunyai dampak yang besar pada orang lain ketika seseorang mengekspresikannya dalam cara yang dapat diterima oleh orang lain. Ketika kita menerima respon – respon emosional dari orang lain, kita merespon dalam cara yang benar, mungkin dengan ekspresi emosi kita sendiri.
            Kita menerima emosi orang lain dari banyak sumber. Suara adalah salah satu penghubung ekspresi emosi. Jeritan menunjukkan ketakutan atau kegairahan, rintihan menunjukkan sakit atau ketidak bahagiaan, isakan menunjukkan kepedihan, dan gelak tawa menunjukkan kegembiraan atau kenikmatan. Suara yang gemetar atau patah – patah mungkin berarti kepedihan yang dalam, suara yang keras, nadanya tinggi, dan tajam biasanya berarti kemarahan. Tentu saja, apa yang secara nyata dikatakan juga suatu isyarat yang penting mengenai emosi yang sedang dirasakan oleh orang lain.
             Disamping apa yang dikatakan dan cara orang mengatakannya adalah faktor utama dalam persepsi tentang emosi, gerakan tubuh juga digunakan sebagai cue (tanda) dalam menginterprestasi emosi orang lain. Hal penting diantara isyarat – isyarat tubuh nonverbal adalah ekspresi muka.
            Ekspresi wajah yang disebut emosi – emosi primer adalah bawaan sejak lahir. Ini diketahui dari eksperimen mengenai ekspresi berbagai wajah dari foto aktor – aktor dalam berbagai emosi. Bukan hanya ekspresi wajah, tetapi konteks situasi dimana suatu emosi terjadi, memberi kita informasi untuk menilai emosi yang sedang diekspresikan.

3.      Fisiologi dari emosi
                 Bila kita sedang bergairah, senang, atau marah, kita mengalami beberapa hal yang terjadi dalam tubuh kita, tetapi kita biasanya tidak sadar bahwa semua itu sedang terjadi. Para ahli psikofisiologi yang mempelajari kejadian – kejadian seperti ini dapat mengukur detak jantung, tekanan darah, aliran darah ke berbagai bagian dalam tubuh, kegiatan dari perut dan enzim gastrointestinal, tingkat berbagai substansi, seperti hormon dalam darah, tingkat dan kedalaman dari pernafasan, dan kondisi – kondisi secara fisik lainnya ketika dalam keadaan emosi. Berikut ini akan dibahas Sistem Syaraf Otomatis, Pola dari Respon Tubuh Ketika Emosi, Otak, dan Emosi, serta Arousal (Pembangkit).
·         Sistem Syaraf Otomatis
Para ahli psikofisiologi, bahwa banyak perubahan tubuh yang terjadi pada waktu tubuh dalam keadaan emosi dihasilkan oleh aktivitas dari bagian dari sistem syaraf yang disebut sistem otonomik. Sistem ini adalah bagian dari sistem syaraf tepi, tetapi kegiatan ini ada dibawah kendali sistemsyaraf pusat. Sistem otonomi terdiri dari banyak syaraf yang berasal dari otak dan tulang belakang ke otot – otot halus dari berbagai organ tubuh ke hati, ke kelenjar – kelenjar tertantu, dan ke pembuluh darah yang melayani baik tubuh bagian dalam dan bagian luar. Sistem syaraf otonomi mempunyai dua bagian, salah satunya adalah sistem simpatetik, yang aktif selama keadaan terbangun dan menyiapkan tubuh untuk tindakan yang ekstensif dengan meningkatkan denyut jantung, menaikkan tekanan darah, menaikkan tingkatan gula darah dan menaikkan tingkat hormon – hormon tertentu dalam darah.
·         Pola dari Respon Tubuh Ketika Emosi
Aktivitas terjadi dalam sistem hormonal tubuh dan terjadi baik dalam sistem syaraf tepi yang otomatis maupun bagian yang somatik selama situasi emosional. Sistem syaraf somatik adalah bagian dari sistem syaraf tepi yang mengaktifkan otot bergaris/berbelang dari tubuh. Perubahan tubuh yang mengikuti emosi, yaitu emosi takut dan marah. Perubahan tubuh yang mengikuti emosi ini sebagian besar karena meningkatnya situasi yang menakutkan, karena itu pola dari aktivitas dalam emosi ini dikenal sebagai reaksi darurat (emergency), atau flight – flight (repon lari atau lari). Kebalikan dengan reaksi darurat ketika ketakutan dan marah adalah reaksi tubuh ketika dalam keadaan tenang, yaitu suatu keadaan emosional yang meditatif. Reaksi ini mengulas apa yang disebut dengan respon relaksasi. Pola dari respon tubuh selama relaksasi termasuk menurunnya aktivitas pada sistem syaraf simpatetik dan somatik, bersamaan dengan naiknya kegiatan sistem syaraf parasimpatetik.
·         Otak dan Emosi
Otak dilibatkan dalam persepsi dan evaluasi yang meningkatkan emosi. Jika suatu situasi dihasilkan dalam suatu keadaan emosi, otak mengontrol pola somatik dan otonomi sebagai ciri aktivitas emosi; dengan kata lain, otak mengontrol ekspresi fisiologis dari emosi. Struktur dalam inti otak secara langsung melibatkan pengaturan dan pengkoordinasian pola – pola aktivitas ciri dari emosi yang lebih kuat, khususnya takut, marah, dan kesenangan. Bagian dari otak termasuk hipothalamus dan suatu kelompok yang kompleks yang dikenal dengan nama sistem limbik. Istilah limbik berasal dari bahasa latin yang artinya “batas”. Struktur dari sistem ini berbentuk cincin atau lingkaran diseputar batang otak dari otak bawah.
     Keadaan keterbangkitan bagian dari emosi dilakukan untuk meningkatkan kegiatan dari sel – sel otak dalam cerebral korteks, sistem limbik, dan hipothalamus. Aktifitas sel – sel di daerah otak ini secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh serabut – serabut syaraf yang menyebar dari daerah inti otak – formasi retikuler – mencapai semua daerah otak yang terlibat dalam pengaturan emosi.
·         Arousal (Pembangkit)
Banyak emosi mempunyai komponen pembangkit. Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Tingkat yang tinggi dalam keterbangkitan adalah dalam kemarahan, ketakutan, dan kenikmatansedangkan tingkat keterbangkitan yang rendah adalah kesedihan dan depresi.

b.   Intelektual
          Perkembangan intelektual dikenal juga dengan istilah perkembangan kognitif, sedangkan intelektual itu sendiri menurut Jean Piaget berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu intellect, yang berarti akal budi yang berdasarkan aspek – aspek kognitifnya, khususnya proses berfikir yang lebih tinggi (Bybee dan Sund, 1982). Sedangkan intelligence atau intelegensi menurut Jean Piaget diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berfikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berfikir, mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan – persoalan.
c.   Sosial
                  Dalam kehidupan nyata yang kita alami sehari – hari, kita tidak dapat memungkiri adanya saling hubungan atau interaksi sosial, baik antar individu, antar kelompok, dan bahkan antar bangsa. Interaksi sosial menurut Mar’at (1982) adalah suatu proses dimana individu memperhatikan dan merespons individu lainnya, sehingga mendapatkan balasan suatu tingkah laku tertentu.
                   Kelley dkk. (dalam Sears dkk, 1992) mendefinisikan “hubungan” sebagai sesuatu yang terjadi apabila dua orang saling mempengaruhi satu sama lain, dan bila terjadi yang satu mempengaruhi yang lain.
                   Levinger dan Snoek (dalam Sears dkk, 1992) mencoba menerangkan hubungan tersebut melalui suatu model yang disebut model interdependensi.
d.   Fisik
         Pertumbuhan fisik sangat mempengaruhi perkembangan psikis, misalnya bertambahnya fungsi otak memungkinkan kita dapat tertawa, berjalan, berbicara. Pengertian perkembangan fisik yaitu perubahan terhadap diri seorang manusia dengan kata lain, perkembangan menujukkan pasa suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali, perkembangan menunjukkan pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
          Kartono mendefinisikan perkembangan sebagai “perubahan psikofisis sebagai hasil dari proses kematangan fungsi – fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu menuju kedewasaan.
            J.P Chaplin dalam kamusnya menyatakan “prinsipnya adalah tahapan – tahapan pertumbuhan yang progresif dan ini terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya tanpa membedakan aspek – aspek yang terdapat dalam organisme tersebut”.
            Syamsu Yusuf dalam bukunya mendefinisikan perkembangan sebagai perubahan yang progress dan continue dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati, yang mana aspek – aspek dari perkembangan meliputi : fisik, intelegensi, emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral dan kesadaran beragama.
e.   Spiritual
         Kebutuhan spritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya, dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
         Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :
·         Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidak pastian dalam kehidupan.
·         Menemukan arti dan tujuan hidup.
·         Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendir.
·         Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dengan Yang Maha Tinggi.



  1. Teori Perkembangan Kepribadian
a.   Erik Erikson
            Erik Erikson lahir di Franfrurt Jerman, pada tanggal 15 Juni 1902 adalah ahli  analisa jiwa dari Amerika, yang membuat kontribusi – kontribusi utama dalam pekerjaannya di bidang psikologi pada pengembangan anak dan pada krisis identitas. Ayahnya (Danish) telah meninggal dunia sebelum ia lahir. Hingga akhirnya saat remaja, ibunya (yang seorang Yahudi) menikah lagi dengan psikiater yang bernama Dr. Theodor Homberger.
             Erikson kecil bukanlah sisaa pandai, karena ia adalah seorang yang tidak menyenangii atmosfer sekolah yang formal. Ia oleh orang tua dan teman – temannya dikenal sebagai seorang pengembara hingga ia pun tidak sempat menyelesaikan program diploma. Tetapi perjalanan Erikson ke beberapa negara dan perjumpaannya denga beberapa penggiat ilmu menjadikannya seorang ilmuwan sekaligus seniman yang diperhitungkan. Pertama ia berjumpa dengan ahli analisa jiwa dari Austria yaitu Anna Freud. Dengan dorongannya, ia mulai mempelajari ilmu tersebut di Vienna Psychoanalytic Institute. Kemudian ia mengkhususkan diri dalam psikoanalisa anak. Terakhir pada tahun 1960 ia dianugerahi gelar profesor dari Universitas Harvard.
·         Tahapan Perkembangan
a.     Trust vs Mistrust (Rasa Percaya vs Tidak Percaya)
Terjadi pada usia 0 – 1 tahun. Rasa percaya dan tidak percaya adalah pengalaman yang tak terelakkan bagi bayi, oleh karena itu bayi sangat bergantung dan perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak. Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
b.     Autonomy vs shame and doubt (Otonomi vs malu dan ragu – ragu)
Terjadi pada usia 1 – 3 tahun. Masa kanak – kanak adalah masa untuk pengungkapan diri dan otonomi, maka masa ini juga merupakan masa untuk rasa malu dan ragu. Sebagaiman anak – anak dengan keras kepala mengungkapkan gaya otot – uretral – anal mereka, mereka cenderung menemui kultur yang berusaha untuk menghambat pengungkapan diri mereka. Konflik antar otonomi dengan rasa malu dan ragu ini menjadi krisis psikososial utama dimaa kanak – kanak awal.
Idealnya, anak – anak seharusmya mengembangkan rasio yang pantas antara otonomi dengan rasa malu dan ragu, dan rasio tersebut harus sedikit condong pada otonomi yang merupakan kualitas sintonik pada masa kanak – kanak awal. Otomoni timbuh dari rasa percaya dasar, dan bila rasa percaya dasar telah dicapai pada masa bayi, maka anak – anak belajar untuk memiliki keyakinan terhadap diri mereka sendiri, dan dunia tetap utuh selama mereka mengalami krisis psikososial yang ringan.
Sebaliknya, bila anak – anak tidak mengembangkan rasa percaya dasar selama masa bayi, maka usaha mereka untuk mengendalikan organ anal, uretral, dan ototnya selama masa kanak – kank awal akan diakhiri dengan rasa maludan ragu yang kemudian membangun krisis psikososial yang serius. Rasa Malu adalah perasaan sadar diri bahwa ia dipandangi dan dipertontonkan. Rasa ragu adalah perasaan tidak pasti, perasaan bahwa sesuatu tetap disembunyikan dan tidak bisa terlihat. Rasa malu dan ragu adalah kualitas disyonik dan keduanyatumbuh dari rasa tidak percaya dasar yang dicapai ketika masa bayi.
c.     Inititive vs Guilt (Inisiatif vs rasa bersalah)
Terjadi pada usia 3 – 5 tahun. Anak mulai bergerak dengan lebih mudah dan lebih kuat dan ketertarikan genital mereka bangkit, mereka mengadopsi gaya instrusif berhadap – hadapan untuk melakukan pendekatan terhadap dunia. Mereka mulai mengadopsi inisiatif dalam memilih dan mengejar tujuan mereka. Konflik anatara inisiatif dan rasa bersalah menjadi krisis psikososial utama diusia bermain.
Rasio antara keduannnya harus lebih condong ke kualitas sintonik – inisiatif, tetapi inisiatif tak terkendali dapat mengakibatkan kekacauan dan kurangnya prinsip moral. Rasa bersalah adalah elemen dominan, anak bisa menjadi bermoral dengan terpaksa atau terlalu terkekang. Kekangan yang merupakan antipati dari tujuan, merupakan patologi inti diusia bermain.
d.     Industry vs inferiority (Tekun vs Rasa rendah diri)
Terjadi pada usia 6 – 11 tahun. Usia sekolah adalah periode perkembangan seksual yang kecil, namun waktu pertumbuhan sosial yang luar biasa. Krisis psikososial pada tahapan ini adalah industri (tekun)vs rasa rendah diri. Industri, kualitas sintonik yang berarti kesungguhan, kemauan untuk tetap sibuk akan sesuatu, dan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Jika pekerjaan mereka tidak cukup baik untuk mencapai sasaran, maka mereka memperoleh rasa rendah diri – kualitas distonik dalam usia sekolah. Ketidak mampuan sebelumnya. Ketidak mampuan sebelumnya juga dapat memberikan kontribusi pada rasa rendah diri anak.
Rasio antara industri dan rasa rendah diri harus condong pada industri namun rasa rendah diri seperti kualitas distonik lainnya tidak perku dihindari. Rasa rendah diri dapat bekerja sebagai pendorong seseorang untuk melakukan yang terbaik. Sebaliknya rasa rendah diri yang berlebihan dapat menghalangi aktivitas produktif dan menghambat rasa kompetensi seseorang.
e.     Identity vs Identify confusion (Identitas vs Kebingungan identitas)
Terjadi pada usia 12 – 16 tahun. Pencarian akan ego identitas mencapai puncaknya selama remaja sebagai anak muda yang berjuang untuk mencari tahu siapa dirinya dan bukan dirinya. Dengan berkembangnya pubertas, remeja mencari peran baru untuk membantu mereka menemukan identitas seksual, ideologis, dan pekerjaan mereka.
Sebuah krisis tidak harus menandakan ancaman atau malapetaka, melainkan “titik balik, periode krusial akan meningkatnya kerapuhan dan memuncaknya potensi”. Krisis identitas dapat bertahan selama bertahun – tahun dan dapat mengakibatkan kekuatan ego yang lebih kuat atau lebih lemah.
Menurut erikson (1982) identitas timbul dari dua sumber: 1. Penegasan atau penyangkalan remaja akan identifikasi masa kanak – kanak dan 2. Konteks sosial serta sejarah mereka, yang mendukung konformitas pada standar tertentu. Identitas digambarkan baik dengan cara positif maupun negatif, sebagaimana remaja memutuskan apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka yakini, sementara juga menemukan apa yang mereka tidak inginkan untuk menjadi dan apa yang mereka tidak percayai. Sering kali mereka harus menyangkal nilai – nilai orang tua mereka dan menolak nilai – nilai teman kelompok, dilema yang dapat menguatkan kebingungan identitas mereka.  
Kebingungan identitas adalah gejala dari masalah yang mencakup gambaran diri yang terpisah, ketidak mampuan untuk mencapai keintiman, rasa terdesak oleh waktu, kurangnya konsentrasi pada tugas – tugas yang harus dilakukan, dan penolakan keluarga atau standar komunitas.
f.        Intimacy vs isolation (keintiman vs keterasingan)     
Terjadi pada usia 21 – 40 tahun. Erikson percaya tahap ini penting yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. Mereka yang berhasil ditahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman. Erikson percaya bahwa identitad personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menujukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitmen dalam menjali suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.
g.     Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnasi)
Terjadi pada usia  41 – 65  tahun. Selama masa ini mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga. Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas. Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
h.     Integrity vs depair (Integritas vs keputusasaan)
Terjadi pada usia 65 keatas. Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan. Individu akan meras kepahitan hidup dan putus asa. Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.

b.   Sigmund Freud
      Sigmund Freud dilahirkan 6 Mei 1856 dari sebuah keluarga Yahudi di Freiberg, Moravia. Pada saat freud berusia 4 tahun, keluarganya mengalami kemunduran ekonomi, dan ayahnya freud membawa freud sekeluarga ke kota Wina. Setelah menamatkan sekolah menengahnya di kota Wina, Freud masuk fakultas kedokteran Universitas Wina dan lulus sebagai dokter pada tahun 1881. Dari catatan pribadinya diketahui bahwa freud sesungguhnya tidak tertarik untuk menjalani praktek sebagai dokter, dan lebih tertarik kepada kegiatan penelitian ilmiah. Tetapi karena desakan ekonomi keluarga, dibina bersama Martha Bernays, istrinya yang dinikahi Freud pada tahun 1886, Freud akhirnya menjalani praktek yang tidak disukainya itu. Di sela – sela waktu prakteknya Freud masih menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan penelitian dan menulis. Adapun minat ilmiah utama freud adalah pada neurologi, sebuah minat yang menyebabkan freus menekuni penanganan gangguan – gangguan neurotik khususnya histeria.
Tahapan – Tahapan psikoseksual :
1.    Fase Oral
Pada tahap oral, bayi berinteraksi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks menghisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan menghisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.

2.    Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet (anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya). Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
3.    Fase Falik
Pada tahap falik, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak – anak juga menemukan perbedaan antar pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa laki – laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk mendapat kan kasih sayang ibu. Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
4.    Fase Latent
Pada tahap latent, saat eksplorasi dimana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengajaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
5.    Fase Genital
Pada tahap genital, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap – tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini.  


c.   Gordon Willard Allport
     Gordon Willard Allport lahir pada 11 november 1897, di Montezuma, Idiana, sebagai anak keempat dan anak bungsu laki – laki dari pasangan John E. Allport dan Nellie Wise Allport. Ayah Allport melakukan beberapa bisnis sebelum menjadi dokter, di saat yang hampir bersaan dengan kelahiran Allport. Kekurangan fasilitas kantor dan klinik yang memadai, dr. Allport mengubah rumahnya menjadi suatu miniatur rumah sakit. Didalam rumah terdapat pasien dan suster, serta didominasi oleh atmosfer yang bersih dan steril.
Menurut Allport seseorang memiliki kepribadian yang matang menurut allport memiliki hal – hal dibawah ini. Berikut contoh perilakunya :
1.      Ekstensi sense of self
·           Kemampuan berpartisiasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas. 
Contoh : Terlibat dalam kegiatan masyarakat (sehat, karang taruna, partai polotik, dll )
·           Kemampuan diri dan minat – minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
Contoh : Saya yang punya minat dalam olahraga juga mengenali minta orang lain yang sama atau pun berbeda.
·           Kemampuan merencenakan masa depan (harapan dan rencana)
Contoh : Keinginan jadi dokter, membuat perencanaan studi dan membayangkan apa yang mau dilakukan setelah jadi dokter.


2.      Hubungan hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas intimacy (hubungan kasih dengan keluarga dan teman) dan compassion (pengungkapan hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang)
3.      Penerimaan  diri
 Kemampuan untuk mengatasi reaksi berlebih hal – hal yang menyinggung dorongan khusus (misal : mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan proporsional.
4.      Pandangan – Pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas den minat dalam penyelesaian masalah, memiliki persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku lain yang merusak.
5.      Objektifitas diri : insight dan humor
                      Kemampuan  diri untuk objektif dan memahami   tentang diri dan orang lain. Humor tidak sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6.      Filsafat Hidup
 Ada latar belakang yang mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan dan arti contoh : lewat agama.



                                                      Sumber: 
·         Feist ,Jess & J.Feist . 2012. Teori Kepribadian(bagian1). Jakarta : Salemba Humanika.
·         Feist ,Jess & J.Feist .2012. Teori Kepribadian(bagian2). Jakarta : Salemba Humanika.
·         Basuki ,Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
·         Papalia ,Diane E.; Olds, Sally W.; Feldman, Ruth Duskin. 2009. Human development. Eleventh Edition. Mc Graw Hill Company, Inc London.