- Konsep Sehat beserta Dimensi
a. Emosi
1.
Pengertian Emosi
Emosi (emotions)
seperti sedih, gembira, dan rasa takut adalah reaksi subjektif terhadap
pengalaman yang diasosiasikan dengan perubahan fisiologis dan tingkah laku
(Sroufe, 1997). Rasa takut misalanya, diiringi dengan detak jantung lebih cepat
dan sering kali tindakan melindungi diri. Tiap orang berbeda dalam cara mereka
merasakan suatu emosi khusus, tentang kejadian – kejadian khusus yang
menyebabkannya, manifestasi fisik yang mereka tampilkan (seperti perubahan
detak jantung).
Perkembangan
emosional merupakan proses yang terjadi secara bertahap; emosi yang rumit
merupakan hasil dari yang sederhana. Karakteristik pola reaksi emosional
seseorang mulai berkembang pada masa bayi dan meruoakan elemen dasar
kepribadian. Emosi berkaitan erat dengan berbagai aspek perkembangan. Sebagai
contoh bayi yang baru lahir yang terlalaikan secara emosional seperti tidak
dipeluk, dibelai, atau diajak berbicara mungkin menunjukkan kegagalan organik untuk berkembang,
yaitu kegagalan untuk tumbuh dan bertambah berat badan walaupun mendapat gizi
yang cukup.
Berusaha untuk
sampai pada suatu definisi yang komprehensif tentang emosi (Kleinginna &
Kleinginna dalam Morgan dkk, 1986) menyatakan bahwa emosi seharusnya :
o Mengatakan sesuatu tentang apa yang kita rasakan
ketika kita sedang emosional
o Menyebut secara psikologis atau secara badaniah,
dasar dari perasaan emosional
o Berpengaruh emsoi dalam persepsi, pikiran, dan
perilaku
o Menjelaskan dorongan, atau motivasional,
perlengkapan dari emosi – emosi tertentu seperti takut dan marah
o Menunjuk ke cara bagaimana emosi diekspresikan
dalam bahasa, ekspresi wajah, dan gesture
(bahasa tubuh)
2. Ekspresi dan persepsi tentang emosi
Emosi seseorang mempunyai
dampak yang besar pada orang lain ketika seseorang mengekspresikannya dalam
cara yang dapat diterima oleh orang lain. Ketika kita menerima respon – respon
emosional dari orang lain, kita merespon dalam cara yang benar, mungkin dengan
ekspresi emosi kita sendiri.
Kita
menerima emosi orang lain dari banyak sumber. Suara adalah salah satu
penghubung ekspresi emosi. Jeritan menunjukkan ketakutan atau kegairahan,
rintihan menunjukkan sakit atau ketidak bahagiaan, isakan menunjukkan
kepedihan, dan gelak tawa menunjukkan kegembiraan atau kenikmatan. Suara yang
gemetar atau patah – patah mungkin berarti kepedihan yang dalam, suara yang
keras, nadanya tinggi, dan tajam biasanya berarti kemarahan. Tentu saja, apa
yang secara nyata dikatakan juga suatu isyarat yang penting mengenai emosi yang
sedang dirasakan oleh orang lain.
Disamping apa yang dikatakan dan cara orang
mengatakannya adalah faktor utama dalam persepsi tentang emosi, gerakan tubuh
juga digunakan sebagai cue (tanda)
dalam menginterprestasi emosi orang lain. Hal penting diantara isyarat –
isyarat tubuh nonverbal adalah ekspresi muka.
Ekspresi
wajah yang disebut emosi – emosi primer adalah bawaan sejak lahir. Ini
diketahui dari eksperimen mengenai ekspresi berbagai wajah dari foto aktor –
aktor dalam berbagai emosi. Bukan hanya ekspresi wajah, tetapi konteks situasi
dimana suatu emosi terjadi, memberi kita informasi untuk menilai emosi yang
sedang diekspresikan.
3.
Fisiologi
dari emosi
Bila kita sedang bergairah, senang, atau marah, kita mengalami beberapa
hal yang terjadi dalam tubuh kita, tetapi kita biasanya tidak sadar bahwa semua
itu sedang terjadi. Para ahli psikofisiologi yang mempelajari kejadian –
kejadian seperti ini dapat mengukur detak jantung, tekanan darah, aliran darah
ke berbagai bagian dalam tubuh, kegiatan dari perut dan enzim gastrointestinal, tingkat berbagai
substansi, seperti hormon dalam darah, tingkat dan kedalaman dari pernafasan,
dan kondisi – kondisi secara fisik lainnya ketika dalam keadaan emosi. Berikut
ini akan dibahas Sistem Syaraf Otomatis, Pola dari Respon Tubuh Ketika Emosi,
Otak, dan Emosi, serta Arousal (Pembangkit).
·
Sistem
Syaraf Otomatis
Para ahli psikofisiologi, bahwa banyak perubahan
tubuh yang terjadi pada waktu tubuh dalam keadaan emosi dihasilkan oleh
aktivitas dari bagian dari sistem syaraf yang disebut sistem otonomik. Sistem ini adalah bagian dari sistem syaraf tepi,
tetapi kegiatan ini ada dibawah kendali sistemsyaraf pusat. Sistem otonomi
terdiri dari banyak syaraf yang berasal dari otak dan tulang belakang ke otot –
otot halus dari berbagai organ tubuh ke hati, ke kelenjar – kelenjar tertantu, dan
ke pembuluh darah yang melayani baik tubuh bagian dalam dan bagian luar. Sistem
syaraf otonomi mempunyai dua bagian, salah satunya adalah sistem simpatetik, yang aktif selama keadaan terbangun dan
menyiapkan tubuh untuk tindakan yang ekstensif dengan meningkatkan denyut
jantung, menaikkan tekanan darah, menaikkan tingkatan gula darah dan menaikkan
tingkat hormon – hormon tertentu dalam darah.
·
Pola dari
Respon Tubuh Ketika Emosi
Aktivitas terjadi dalam sistem hormonal tubuh
dan terjadi baik dalam sistem syaraf tepi yang otomatis maupun bagian yang
somatik selama situasi emosional. Sistem syaraf somatik adalah bagian dari
sistem syaraf tepi yang mengaktifkan otot bergaris/berbelang dari tubuh.
Perubahan tubuh yang mengikuti emosi, yaitu emosi takut dan marah. Perubahan
tubuh yang mengikuti emosi ini sebagian besar karena meningkatnya situasi yang
menakutkan, karena itu pola dari aktivitas dalam emosi ini dikenal sebagai
reaksi darurat (emergency), atau
flight – flight (repon lari atau lari). Kebalikan dengan reaksi darurat ketika
ketakutan dan marah adalah reaksi tubuh ketika dalam keadaan tenang, yaitu
suatu keadaan emosional yang meditatif. Reaksi ini mengulas apa yang disebut
dengan respon relaksasi. Pola dari respon tubuh selama relaksasi termasuk menurunnya
aktivitas pada sistem syaraf simpatetik dan somatik, bersamaan dengan naiknya
kegiatan sistem syaraf parasimpatetik.
·
Otak dan
Emosi
Otak dilibatkan dalam persepsi dan evaluasi yang
meningkatkan emosi. Jika suatu situasi dihasilkan dalam suatu keadaan emosi,
otak mengontrol pola somatik dan otonomi sebagai ciri aktivitas emosi; dengan
kata lain, otak mengontrol ekspresi fisiologis dari emosi. Struktur dalam inti
otak secara langsung melibatkan pengaturan dan pengkoordinasian pola – pola
aktivitas ciri dari emosi yang lebih kuat, khususnya takut, marah, dan
kesenangan. Bagian dari otak termasuk hipothalamus dan suatu kelompok yang
kompleks yang dikenal dengan nama sistem
limbik. Istilah limbik berasal
dari bahasa latin yang artinya “batas”. Struktur dari sistem ini berbentuk
cincin atau lingkaran diseputar batang otak dari otak bawah.
Keadaan
keterbangkitan bagian dari emosi dilakukan untuk meningkatkan kegiatan dari sel
– sel otak dalam cerebral korteks, sistem limbik, dan hipothalamus. Aktifitas
sel – sel di daerah otak ini secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi
oleh serabut – serabut syaraf yang menyebar dari daerah inti otak – formasi
retikuler – mencapai semua daerah otak yang terlibat dalam pengaturan emosi.
·
Arousal
(Pembangkit)
Banyak emosi mempunyai komponen pembangkit.
Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Tingkat yang tinggi dalam
keterbangkitan adalah dalam kemarahan, ketakutan, dan kenikmatansedangkan
tingkat keterbangkitan yang rendah adalah kesedihan dan depresi.
b. Intelektual
Perkembangan intelektual dikenal juga
dengan istilah perkembangan kognitif, sedangkan intelektual itu sendiri menurut
Jean Piaget berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu intellect, yang berarti
akal budi yang berdasarkan aspek – aspek kognitifnya, khususnya proses berfikir
yang lebih tinggi (Bybee dan Sund, 1982). Sedangkan intelligence atau
intelegensi menurut Jean Piaget diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh
kemampuan berfikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang
kompleks seperti berfikir, mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan – persoalan.
c. Sosial
Dalam kehidupan nyata yang kita alami
sehari – hari, kita tidak dapat memungkiri adanya saling hubungan atau
interaksi sosial, baik antar individu, antar kelompok, dan bahkan antar bangsa.
Interaksi sosial menurut Mar’at (1982) adalah suatu proses dimana individu
memperhatikan dan merespons individu lainnya, sehingga mendapatkan balasan
suatu tingkah laku tertentu.
Kelley dkk. (dalam Sears dkk, 1992)
mendefinisikan “hubungan” sebagai sesuatu yang terjadi apabila dua orang saling
mempengaruhi satu sama lain, dan bila terjadi yang satu mempengaruhi yang lain.
Levinger dan Snoek (dalam Sears dkk,
1992) mencoba menerangkan hubungan tersebut melalui suatu model yang disebut
model interdependensi.
d.
Fisik
Pertumbuhan fisik sangat mempengaruhi
perkembangan psikis, misalnya bertambahnya fungsi otak memungkinkan kita dapat
tertawa, berjalan, berbicara. Pengertian perkembangan fisik yaitu perubahan
terhadap diri seorang manusia dengan kata lain, perkembangan menujukkan pasa
suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang
kembali, perkembangan menunjukkan pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak
dapat diputar kembali.
Kartono mendefinisikan perkembangan sebagai “perubahan psikofisis
sebagai hasil dari proses kematangan fungsi – fungsi psikis dan fisik pada diri
anak, yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam passage
waktu tertentu menuju kedewasaan.
J.P Chaplin dalam kamusnya menyatakan “prinsipnya adalah tahapan –
tahapan pertumbuhan yang progresif dan ini terjadi dalam rentang kehidupan
manusia dan organisme lainnya tanpa membedakan aspek – aspek yang terdapat
dalam organisme tersebut”.
Syamsu Yusuf dalam bukunya mendefinisikan perkembangan sebagai perubahan
yang progress dan continue dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati,
yang mana aspek – aspek dari perkembangan meliputi : fisik, intelegensi, emosi,
bahasa, sosial, kepribadian, moral dan kesadaran beragama.
e.
Spiritual
Kebutuhan spritual adalah harmonisasi
dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan
kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, perasaan misteri,
pengabdian, rasa percaya, dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000)
spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :
·
Berhubungan dengan sesuatu yang
tidak diketahui atau ketidak pastian dalam kehidupan.
·
Menemukan arti dan tujuan hidup.
·
Menyadari kemampuan untuk
menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendir.
·
Mempunyai perasaan keterikatan
dengan diri sendiri dengan Yang Maha Tinggi.
- Teori Perkembangan Kepribadian
a.
Erik
Erikson
Erik Erikson lahir di Franfrurt
Jerman, pada tanggal 15 Juni 1902 adalah ahli
analisa jiwa dari Amerika, yang membuat kontribusi – kontribusi utama
dalam pekerjaannya di bidang psikologi pada pengembangan anak dan pada krisis
identitas. Ayahnya (Danish) telah meninggal dunia sebelum ia lahir. Hingga
akhirnya saat remaja, ibunya (yang seorang Yahudi) menikah lagi dengan
psikiater yang bernama Dr. Theodor Homberger.
Erikson kecil bukanlah sisaa pandai,
karena ia adalah seorang yang tidak menyenangii atmosfer sekolah yang formal.
Ia oleh orang tua dan teman – temannya dikenal sebagai seorang pengembara
hingga ia pun tidak sempat menyelesaikan program diploma. Tetapi perjalanan
Erikson ke beberapa negara dan perjumpaannya denga beberapa penggiat ilmu
menjadikannya seorang ilmuwan sekaligus seniman yang diperhitungkan. Pertama ia
berjumpa dengan ahli analisa jiwa dari Austria yaitu Anna Freud. Dengan
dorongannya, ia mulai mempelajari ilmu tersebut di Vienna Psychoanalytic
Institute. Kemudian ia mengkhususkan diri dalam psikoanalisa anak. Terakhir
pada tahun 1960 ia dianugerahi gelar profesor dari Universitas Harvard.
·
Tahapan Perkembangan
a.
Trust vs Mistrust (Rasa Percaya vs Tidak
Percaya)
Terjadi
pada usia 0 – 1 tahun. Rasa percaya dan tidak percaya adalah pengalaman yang
tak terelakkan bagi bayi, oleh karena itu bayi sangat bergantung dan
perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari
pengasuh kepada anak. Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa
selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia
secara emosional, atau menolak dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada
anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan
ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
b.
Autonomy vs shame and doubt (Otonomi vs malu dan ragu –
ragu)
Terjadi
pada usia 1 – 3 tahun. Masa kanak – kanak adalah masa untuk pengungkapan diri
dan otonomi, maka masa ini juga
merupakan masa untuk rasa malu dan ragu.
Sebagaiman anak – anak dengan keras kepala mengungkapkan gaya otot – uretral –
anal mereka, mereka cenderung menemui kultur yang berusaha untuk menghambat
pengungkapan diri mereka. Konflik antar otonomi dengan rasa malu dan ragu ini
menjadi krisis psikososial utama dimaa kanak – kanak awal.
Idealnya,
anak – anak seharusmya mengembangkan rasio yang pantas antara otonomi dengan
rasa malu dan ragu, dan rasio tersebut harus sedikit condong pada otonomi yang
merupakan kualitas sintonik pada masa kanak – kanak awal. Otomoni timbuh dari
rasa percaya dasar, dan bila rasa percaya dasar telah dicapai pada masa bayi,
maka anak – anak belajar untuk memiliki keyakinan terhadap diri mereka sendiri,
dan dunia tetap utuh selama mereka mengalami krisis psikososial yang ringan.
Sebaliknya,
bila anak – anak tidak mengembangkan rasa percaya dasar selama masa bayi, maka
usaha mereka untuk mengendalikan organ anal, uretral, dan ototnya selama masa
kanak – kank awal akan diakhiri dengan rasa maludan ragu yang kemudian
membangun krisis psikososial yang serius. Rasa
Malu adalah perasaan sadar diri bahwa ia dipandangi dan dipertontonkan. Rasa ragu adalah perasaan tidak pasti,
perasaan bahwa sesuatu tetap disembunyikan dan tidak bisa terlihat. Rasa malu
dan ragu adalah kualitas disyonik dan keduanyatumbuh dari rasa tidak percaya
dasar yang dicapai ketika masa bayi.
c.
Inititive vs Guilt (Inisiatif vs rasa bersalah)
Terjadi
pada usia 3 – 5 tahun. Anak mulai bergerak dengan lebih mudah dan lebih kuat
dan ketertarikan genital mereka bangkit, mereka mengadopsi gaya instrusif
berhadap – hadapan untuk melakukan pendekatan terhadap dunia. Mereka mulai
mengadopsi inisiatif dalam memilih
dan mengejar tujuan mereka. Konflik anatara inisiatif dan rasa bersalah menjadi
krisis psikososial utama diusia bermain.
Rasio
antara keduannnya harus lebih condong ke kualitas sintonik – inisiatif, tetapi
inisiatif tak terkendali dapat mengakibatkan kekacauan dan kurangnya prinsip
moral. Rasa bersalah adalah elemen dominan, anak bisa menjadi bermoral dengan
terpaksa atau terlalu terkekang. Kekangan
yang merupakan antipati dari tujuan, merupakan patologi inti diusia bermain.
d.
Industry vs inferiority (Tekun vs Rasa rendah diri)
Terjadi
pada usia 6 – 11 tahun. Usia sekolah adalah periode perkembangan seksual yang kecil, namun waktu
pertumbuhan sosial yang luar biasa. Krisis psikososial pada tahapan ini adalah
industri (tekun)vs rasa rendah diri. Industri,
kualitas sintonik yang berarti kesungguhan, kemauan untuk tetap sibuk akan
sesuatu, dan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Jika pekerjaan mereka tidak
cukup baik untuk mencapai sasaran, maka mereka memperoleh rasa rendah diri – kualitas distonik dalam
usia sekolah. Ketidak mampuan sebelumnya. Ketidak mampuan sebelumnya juga dapat
memberikan kontribusi pada rasa rendah diri anak.
Rasio
antara industri dan rasa rendah diri harus condong pada industri namun rasa
rendah diri seperti kualitas distonik lainnya tidak perku dihindari. Rasa
rendah diri dapat bekerja sebagai pendorong seseorang untuk melakukan yang
terbaik. Sebaliknya rasa rendah diri yang berlebihan dapat menghalangi
aktivitas produktif dan menghambat rasa kompetensi seseorang.
e.
Identity vs Identify confusion (Identitas vs Kebingungan
identitas)
Terjadi
pada usia 12 – 16 tahun. Pencarian akan ego
identitas mencapai puncaknya selama
remaja sebagai anak muda yang berjuang untuk mencari tahu siapa dirinya dan
bukan dirinya. Dengan berkembangnya pubertas, remeja mencari peran baru untuk
membantu mereka menemukan identitas seksual, ideologis, dan pekerjaan mereka.
Sebuah
krisis tidak harus menandakan ancaman atau malapetaka, melainkan “titik balik,
periode krusial akan meningkatnya kerapuhan dan memuncaknya potensi”. Krisis
identitas dapat bertahan selama bertahun – tahun dan dapat mengakibatkan
kekuatan ego yang lebih kuat atau lebih lemah.
Menurut
erikson (1982) identitas timbul dari dua sumber: 1. Penegasan atau penyangkalan
remaja akan identifikasi masa kanak – kanak dan 2. Konteks sosial serta sejarah
mereka, yang mendukung konformitas pada standar tertentu. Identitas digambarkan
baik dengan cara positif maupun negatif, sebagaimana remaja memutuskan apa yang
mereka inginkan dan apa yang mereka yakini, sementara juga menemukan apa yang
mereka tidak inginkan untuk menjadi
dan apa yang mereka tidak percayai.
Sering kali mereka harus menyangkal nilai – nilai orang tua mereka dan menolak
nilai – nilai teman kelompok, dilema yang dapat menguatkan kebingungan identitas mereka.
Kebingungan
identitas adalah gejala dari masalah yang mencakup gambaran diri yang terpisah,
ketidak mampuan untuk mencapai keintiman, rasa terdesak oleh waktu, kurangnya
konsentrasi pada tugas – tugas yang harus dilakukan, dan penolakan keluarga
atau standar komunitas.
f.
Intimacy vs isolation (keintiman vs keterasingan)
Terjadi
pada usia 21 – 40 tahun. Erikson percaya tahap ini penting yaitu tahap
seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain.
Mereka yang berhasil ditahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan
aman. Erikson percaya bahwa identitad personal yang kuat penting untuk
mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menujukkan bahwa mereka
yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitmen
dalam menjali suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional,
kesendirian dan depresi. Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa
keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.
g.
Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnasi)
Terjadi
pada usia 41 – 65 tahun. Selama masa ini mereka melanjutkan
membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga. Mereka yang berhasil dalam
tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan
partisipasinya di dalam rumah serta komunitas. Mereka yang gagal melalui tahap
ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
h.
Integrity vs depair (Integritas vs keputusasaan)
Terjadi
pada usia 65 keatas. Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap
masa lalu. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya
percuma dan mengalami banyak penyesalan. Individu akan meras kepahitan hidup
dan putus asa. Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat
mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan
mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
b. Sigmund Freud
Sigmund Freud
dilahirkan 6 Mei 1856 dari sebuah keluarga Yahudi di Freiberg, Moravia. Pada
saat freud berusia 4 tahun, keluarganya mengalami kemunduran ekonomi, dan
ayahnya freud membawa freud sekeluarga ke kota Wina. Setelah menamatkan sekolah
menengahnya di kota Wina, Freud masuk fakultas kedokteran Universitas Wina dan
lulus sebagai dokter pada tahun 1881. Dari catatan pribadinya diketahui bahwa
freud sesungguhnya tidak tertarik untuk menjalani praktek sebagai dokter, dan
lebih tertarik kepada kegiatan penelitian ilmiah. Tetapi karena desakan ekonomi
keluarga, dibina bersama Martha Bernays, istrinya yang dinikahi Freud pada tahun
1886, Freud akhirnya menjalani praktek yang tidak disukainya itu. Di sela –
sela waktu prakteknya Freud masih menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan
penelitian dan menulis. Adapun minat ilmiah utama freud adalah pada neurologi,
sebuah minat yang menyebabkan freus menekuni penanganan gangguan – gangguan
neurotik khususnya histeria.
Tahapan
– Tahapan psikoseksual :
1.
Fase
Oral
Pada
tahap oral, bayi berinteraksi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks
menghisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan dan bayi
berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti
mencicipi dan menghisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang
bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan
dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
2.
Fase
Anal
Pada
tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini
adalah pelatihan toilet (anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan
tubuhnya). Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
3.
Fase
Falik
Pada
tahap falik, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak – anak juga
menemukan perbedaan antar pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa laki – laki
mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk mendapat kan kasih sayang ibu.
Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan
untuk menggantikan ayah. Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum
oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
4.
Fase
Latent
Pada
tahap latent, saat eksplorasi dimana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan
ke daerah lain seperti pengajaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini
sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan
kepercayaan diri.
5.
Fase
Genital
Pada
tahap genital, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis.
Dimana dalam tahap – tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu,
kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini.
c. Gordon Willard Allport
Gordon Willard Allport lahir pada 11
november 1897, di Montezuma, Idiana, sebagai anak keempat dan anak bungsu laki
– laki dari pasangan John E. Allport dan Nellie Wise Allport. Ayah Allport
melakukan beberapa bisnis sebelum menjadi dokter, di saat yang hampir bersaan
dengan kelahiran Allport. Kekurangan fasilitas kantor dan klinik yang memadai,
dr. Allport mengubah rumahnya menjadi suatu miniatur rumah sakit. Didalam rumah
terdapat pasien dan suster, serta didominasi oleh atmosfer yang bersih dan
steril.
Menurut
Allport seseorang memiliki kepribadian yang matang menurut allport memiliki hal
– hal dibawah ini. Berikut contoh perilakunya :
1.
Ekstensi
sense of self
·
Kemampuan berpartisiasi dan
menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas.
Contoh
: Terlibat dalam kegiatan masyarakat (sehat, karang taruna, partai polotik, dll
)
·
Kemampuan diri dan minat – minatnya
dengan orang lain beserta minat mereka.
Contoh
: Saya yang punya minat dalam olahraga juga mengenali minta orang lain yang
sama atau pun berbeda.
·
Kemampuan merencenakan masa depan
(harapan dan rencana)
Contoh
: Keinginan jadi dokter, membuat perencanaan studi dan membayangkan apa yang
mau dilakukan setelah jadi dokter.
2.
Hubungan
hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas
intimacy (hubungan kasih dengan
keluarga dan teman) dan compassion (pengungkapan
hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang)
3.
Penerimaan diri
Kemampuan untuk mengatasi reaksi berlebih hal
– hal yang menyinggung dorongan khusus (misal : mengolah dorongan seks) dan
menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan proporsional.
4.
Pandangan
– Pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan
memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas den minat dalam
penyelesaian masalah, memiliki persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau
tingkah laku lain yang merusak.
5.
Objektifitas
diri : insight dan humor
Kemampuan diri untuk objektif dan memahami tentang diri dan orang lain. Humor tidak
sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada
saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6.
Filsafat
Hidup
Ada latar belakang yang mendasari semua yang
dikerjakannya yang memberikan tujuan dan arti contoh : lewat agama.
Sumber:
·
Feist ,Jess & J.Feist . 2012. Teori Kepribadian(bagian1). Jakarta : Salemba
Humanika.
·
Feist ,Jess & J.Feist .2012. Teori Kepribadian(bagian2). Jakarta :
Salemba Humanika.
·
Basuki ,Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas
Gunadarma.
·
Papalia ,Diane E.; Olds, Sally W.;
Feldman, Ruth Duskin. 2009. Human
development. Eleventh Edition. Mc Graw Hill Company, Inc London.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar